Jumat, 31 Januari 2014

Pola Tari Kreasi Nontradisi



Dalam penggarapan tari kreasi nontradisi, yang diandalkan hanya kebebasan berekspresi dengan mengeskplorasi gerak sebanyak-banyaknya, kemudian menyusunnya menjadi sebuah pola gerak. Pola gerak yang dikumpulkan dari hasil eksplorasi gerak tadi menjadi sebuah gerak yang nantinya dikelompokkan, kemudian disusun menjadi sebuah ragam gerak yang terstruktur secara koreografi.
Tari sebagai media untuk mengungkapkan perasaan, keinginan, dan pandangan, kadang-kadang terwujud dengan gerakan yang sangat abstrak. Gerak yang tidak bermakna pada setiap elemen geraknya, benar-benar dilakukan dari dalam batin, lepas dari sumber pijakan tradisi. Contohnya, tari Hip Hop, tari yang oleh masyarakat disebut tari modern.
Agar terdengar tidak ketinggalan zaman, masyarakat menyimpulkan tari dengan indikator keanehan, ketidaklaziman, kebaruan alat dan kemodernan teknologi yang diserapkan pada properti, bentuk gerak, setting pentas, busana, dan rias wajah fantastic sebagai kelompok tari modern. Kemodernan dianggap sebagai kebanggaan dan pengukuhan diri untuk larut pada  kemajuan zaman.     Lihat saja, begitu antusiasnya masyarakat, khususnya remaja, menyaksikan panggung tari dalam festival Let’s Dance yang diadakan oleh salah satu televisi swasta kita. Mungkin antusiasme terhadap tari seperti itu dianggap modern oleh para remaja sekarang ini.
Sebenarnya, kreasi dalam tari bisa berbentuk proses kreativitasnya saja karena melahirkan sesuatu yang baru. Kreativitas itu luas pemahamannya. Anda dapat berkreasi dalam bentuk apa saja asalkan Anda mampu melakukannya. Misalnya, mengkreasikan pola gerak yang dikembangkan dengan motif gerak baru, menyusun pola lantai tariannya, atau benar-benar menyusun sebuah tarian kreasi yang menyajikan ide orisinal.
Pola penggarapan yang dijadikan dasar untuk berkreasi ada yang benar-benar murni keorisinalannya. Namun, ada juga yang merupakan tari dengan penggarapan yang baru yang mengembangkan pada salah satu segi, jenis, atau bentuknya. Misalnya, berdasarkan pengembangan gerak dan mengomposisi pola-pola lantai yang dinamis. Bentuk ide untuk mengembangkannya saja sudah mengandung sesuatu yang baru pada pola tari kreasi nontradisi yang baru.
Apa pun wujud kreativitas Anda sepuluh atau lima tahun ke depan, bangsa ini akan memiliki manusia yang kreatif dan mau maju, berhati nurani, dan berwawasan budaya yang luas.
Melalui seni, pembinaan terhadap sikap mental harus tumbuh agar dapat mendampingi kecerdasan Anda dalam dimensi Intelektual sebagai wujud pembinaan mental kepada generasi muda untuk menumbuhkan kepekaan rasa sosial yang tinggi dan berhati nurani.

Pola Tari Kreasi Bersumber dari TariTradisi



Jenis tari yang berpola garapan tari tradisi adalah kreasi tarian yang mengambil sumber pengembangan sebuah tari kreasi dari tari tradisional daerah setempat. Susunan gerak atau koreografinya pun berdasarkan gaya tari daerahnya sendiri. Penggambaran tarian diambil dari latar belakang cerita, legenda, dongeng, dan mitos daerahnya. Isi tarian menunjukkan sifat dan karakter masyarakatnya.
Di Minang, Sumatra Barat, pada zaman dulu, koreografer Huriah Adam yang menampilkan tarian dengan gaya pencak silat Melayu menjadi sebuah tari kreasi yang diminati dan diberikan penghargaan sebagai bentuk sikap apresiatif insan seni kepadanya. Namun, kini orang tetap menyebutnya sebagai Tari Kreasi Baru. Tari karya Huriah Adam menjadi sebuah karya tari yang baru dalam tradisi karena kurun waktu tumbuh kembangnya yang lama.
Di Jawa Barat, insan tari mengenal tokoh tari kreasi R. Tjetje Somantri yang hingga kini tariannya masih diminati masyarakat, dan masih dipertahankan oleh muridnya yang paling menonjol, yaitu Indrawati Lukman dan Irawati Durban pada karya tari seperti Tari Merak, Tari Topeng Koncaran, dan Tari Kandagan. Tokoh tari kreasi lainadalah Enoch Atmadibrata yang menciptakan Tari Kreasi Cendrawasih. Nugraha Suradireja menciptakan Tari Topeng TumenggungPriangan dan Tari Kencana Wungu.
Demikian pula yang dilakukan para koreografer yang namanya dikenal di hampir seluruh wilayah Indonesia, seperti Gusmiati Suid (Tari Piring dan Tari Galombang dari Sumatra Barat), I Mario pada karya Kebyar Duduk (Bali), dan Bagong Kusudiarjo (dari Yogyakarta) yang terkenal dengan Tari Yapong tahun 80-an.
Pada masanya, mereka menciptakan tari-tarian kreasi dengan berpijak pada tari tradisional daerah mereka sendiri. Terobosan mereka pada saat itu adalah memadukan gerak dari akar sumber gerak tradisional dengan bentuk yang baru. Bahkan, hingga kini karya tarinya diminati banyak orang. Karyanya dianggap mewakili kebaruan tanpa melepaskan ciri khas daerahnya.
Dulu, media komunikasi sulit diperoleh. Transportasi pun kondisinya tak jauh berbeda. Kini, televisi dan internet menjadi jendela dunia bagi semua manusia di dunia sehingga kita bisa memperoleh informasi apa pun dan dari mana pun di seluruh belahan dunia. Hal ini memberi kemudahan kepada koreografer untuk membuka mata, pikiran, dan wawasan terhadap perkembangan seni tari dari daerah, bahkan dari negara lainnya.
Perbedaan berkembangnya tari yang bersumber dari tradisi dengan yang nontradisi sebenarnya juga tidak terlalu jauh karena seni tradisional pada beberapa daerah telah
mendapat tempat yang cukup baik. Buktinya, masyarakat berlomba-lomba menampilkan seni tradisional pada acara bergengsi. Seperti pada acara penghargaan untuk insan musik Indonesia, banyak yang memilih menyajikan Tari Saman dari Nanggroe Aceh Darussalam sebagai pembukaan. Hal itu menunjukkan apresiasi yang baik menuju perubahan sikap dan mental bangsa. Belum lagi pada event yang khusus disajikan bagi kalangan tertentu. Sebenarnya, kalangan negarawan sejak lama telah menempatkan tari tradisional sebagai sajian klasik eksklusif di kalangan istana. Namun, sayangnya hal itu tidak diikuti oleh peran serta generasi mudanya. Bagaimana pendapat Anda mengenai hal itu?

Tari Kreasi


Pada masa itu dengan demikian, untuk jenis tari yang lahir dengan gagasan baru dan unik dari tangan para koreografer Indonesia pada sebuah masa tertentu sering kali disebut sebagai Tari Kreasi Baru (karya cipta hasil kreativitas yang baru). Keunikan karya individual itu kemudian mengalami perjalanan panjang, dan bergerak bersamaan dengan munculnya tari kreasi lainnya. Oleh karena itu, dalam kurun waktu tertentu, tari kreasi baru ini bergeser karena kembali akan mengkristal menjadi sebuah tari tradisi.
Gagasan kreativitas tari kreasi merupakan:
a. hasil kreativitas pengembangan pada salah satu elemen Jenis tari yang berkembang di masyarakat tidak terlepas dari pengaruh era globalisasi yang menyelinap di sela kehidupan bermasyarakat, baik melalui media komunikasi maupun internet yang mampu mencapai tempat terpencil sekalipun. Gaya-gaya baru yang unik dan tetap memperlihatkan kekhasannya–seperti tarian yang bersifat kedaerahan dengan sentuhan baru–pun bermunculan. Bentuk yang baru tersebut menjadi gaya yang dimiliki perseorangan, bahkan mewakili daerah setempat.
Bermunculannya jenis tari dengan kekhasannya yang beragam merupakan hasil kreativitas (kreasi) para seniman tari yang dikenali dari karyanya maupun dikenali karena tokohnya. Pada zaman dahulu, banyak orang yang mewujudkan gagasan orisinalitasnya ke dalam karya seni tari tanpa didasarkan tujuan material atau profit oriented. Semua kreasi hanya sebagai
sarana mengungkapkan gagasan dan ekspresi jiwa.
Pengembangan pola-pola gerak tradisi menjadi tari kreasi telah mendapat sentuhan kreativitas dari tangan koreogafernya. Misalnya, tari yang melahirkan gaya dan keunikan yang dianggap baru dan hasilnya diterima masyarakat atau unsur tari dan pendukung lainnya;
b. kreativitas dalam mengungkapkan ide atau gagasan original dalam bentuk karya seni tari.

Tari Tradisional



Tari Tradisional
Kekhasan jenis tari tradisional terbentuk oleh latar belakang kultur daerahnya masing-masing. Tari tradisional menjadi bagian hidup bermasyarakat dalam konteks budaya. Identitas tari dan kekhasan tari tradisional tersebut merupakan refleksi kultur masyarakat, adat istiadat, kebiasaan, kehidupan bermasyarakat dalam perilaku sehari-hari, ritual, dan kepercayaan yang disepakati secara sadar ataupun sebaliknya.
Karya seni tari tradisional memiliki dua bentuk tari berdasarkan nilai seni yang dibatasi adat istiadat atau norma yang berbentuk aturan, yaitu sebagai berikut.
a. Tari Klasik
 Tari klasik memiliki aturan yang mengikat dalam penyajiannya, baik secara estetis maupun teknis. Tari klasik pastilah tradisional, tetapi tari tradisional belum tentu klasik. Standardisasi tari klasik terbentuk akibat beberapa hal, yakni:
• mengandung nilai estetis dan nilai artistik yang tinggi dan
segala sesuatunya dipersiapkan agar tarian benar-benar
sempurna;
• perjalanan tumbuhnya sangat panjang sehingga mengkristal
dalam kehidupan masyarakat;
• memiliki aturan baku yang tidak bisa diubah atau dihilangkan
atas kesepakatan
Tarian yang termasuk tari klasik, di antaranya tarian yang fungsinya untuk upacara ritual. Hal tersebut disebabkan tarian tersebut telah lama ada dan memiliki aturan yang tidak boleh dilanggar oleh pengikutnya. Terdapat tari upacara yang sudah mengalami perubahan fungsi karena mendapat sentuhan modern atau tidak lagi disajikan sebagai tarian dengan bentuk yang sama. Misalnya, tarian yang hidup di kalangan keraton dan istana yang masih hidup di beberapa wilayah di Indonesia.
Tarian yang hingga kini masih hidup dan menunjukkan sebuah bentuk tari kategori klasik, contohnya yaitu Tari Bedhaya Ketawang dari Jawa Tengah. Tarian ini muncul karena adanya kepercayaan yang menyatakan bahwa Sri Sultan Agung yang menjadi pencipta tarian ini memiliki hubungan mistis dengan penguasa pantai selatan (Nyi Roro Kidul) sehingga proses mempengaruhi pada saat penciptaan tarian tersebut dipercaya dipengaruhi unsur mistis. Oleh karena itu, dari dulu hingga kini dalam tarian ini diterapkan aturan teknis dan estetis karena  dianggap sebagai tarian keramat. Misalnya, para penarinya selalu berjumlah ganjil, atau sembilan penarinya diberi nama sendiri-sendiri. Penari juga harus dalam keadaan suci ketika menarikan Tari Bedhaya ini. Segala sesuatu untuk busana telah dipersiapkan dengan sangat detail, bahkan penarinya harus berpuasa sebelum menari. Tarian ini hingga kini sering disajikan di Keraton Ngayogyakarta dan Kraton Solo pada acara tertentu dan hari tertentu.
b. Tari Rakyat
Imajinasikan pikiran Anda ke tahun-tahun ketika zaman belum tersentuh peradaban teknologi agar daya empati Anda terhadap tari tradisional tidak memiliki jeda.
Tari tradisonal yang tumbuh dan berkembang di kalangan rakyat pada zaman dahulu sering disebut tari rakyat. Dengan kesederhanaan bentuk sajiannya, tarian ini lahir sebagai cara masyarakat dalam mengekspresikan kegembiraannya melalui karya tari. Hubungan sosial antarmanusia menunjukkan iklim positif pada pergaulan rakyat yang terjalin baik. Kebebasan dalam mengungkapkan ekspresi terlihat pada tari yang hidup di kalangan rakyat, yaitu jenis tari pergaulan yang merupakan refleksi kebiasaan antara individu dan masyarakat.
 Tari pergaulan yang hidup di kalangan masyarakat ini menjadi sarana ekspresi yang menghibur dan merupakan jenis hiburan satu-satunya karena zaman dulu belum dikenal teknologi.  Pada saat itu, mereka membutuhkan hiburan sehingga secara spontan tarian ini dilakukan di sebuah tempat yang cukup luas. Pilihan tempat menari yang berbentuk lingkaran (arena) dipilih agar jarak antara penari dan penonton cukup dekat dan akan memudahkan interaksi. Oleh sebab itu, kedudukan penonton yang melingkar mengelilingi penari dan pemain musiknya telah menjadi sebuah kebiasaan pada cara penyajiannya. Hal tersebut bertujuan agar timbul suasana yang akrab sehingga penonton dapat ikut menari bersama sang penari.
 Berikut merupakan keunikan dari jenis tari yang hidup di kalangan rakyat pada zaman dahulu:
• pola gerak, rias, busana, dan iringannya sederhana;
• gerakannya dilakukan secara spontan;
• ungkapan kegembiraan dan menghibur para pelakunya sendiri;
• terjadi interaksi antara penari dan penonton;
• menunjukkan suasana yang akrab;
• merupakan sarana dalam pergaulan masyarakatnya;
• tempat sajian tari umumnya menggunakan bentuk lingkaran atau arena.
 Perlu digarisbawahi bahwa yang disebut tari rakyat pada zaman dulu dan kini ada perbedaan yang cukup jauh. Dahulu terdapat kelompok-kelompok masyarakat, yaitu kelompok yang berkuasa (kerajaan dan feodal), rakyat jelata, dan kaum proletar. Mereka dibedakan oleh tingkat kaya, miskin, berkuasa, tidak berkuasa, pribumi, dan penguasa sehingga perbedaan gaya dan isi tarian akan berbeda. Akan tetapi, jenis tarian apa pun dalam perkembangannya tidak terlihat dipengaruhi oleh status sosial. Seni budaya adalah milik semua bangsa Indonesia.