Senin, 27 Januari 2014

Tari sebagai Hiburan




Jenis tari hiburan berbeda fungsi dan bentuknya dari tari upacara. Gerak yang menjadi sumber media ungkap tari, pada tari­tarian yang berfungsi sebagai tarian hiburan lahir ketika manusia membutuhkan aktualisasi perasaan kebahagian, kegembiraan, atau hasrat. Dengan demikian, gerakan terlahir spontan dari batin manusia. Gerakan yang berirama itu dilakukan untuk menghibur hati para penarinya sendiri.
Pernahkah Anda merasa senang, misalnya, karena memperoleh nilai bagus saat ujian? Bagaimana Anda mewujudkan kegembiraan itu? Apakah dengan berjingkrak­jingkrak histeris?
Ungkapan kegembiraan seperti itu mungkin terjadi di sekitar Anda. Dalam keseharian saja ekspresi kegembiraan Anda bisa demikian. Dalam karya seni tari, ekspresi semacam itu diungkapkan tidak hanya saat Anda memperoleh perasaan senang. Kesedihan, bahkan tragedi, juga dapat diekspresikan melalui gerak tari.
Tari hiburan yaitu tarian yang merupakan ekspresi ke­gembiraan seseorang dan keterlibatan emosi penari ketika menari sangat besar. Penari tidak bergerak untuk dilihat. Geraknya tidak sengaja dibuat sedemikian rupa, tetapi benar­benar terlahir karena perasaan senang. Faktor keindahan bukanlah yang paling utama. Jenis tari ini dominan untuk dipergunakan pada acara pertemuan atau perayaan sebagai media pergaulan yang bersifat sosial.
Sejak asing datang ke Indonesia, feodalisme menjadi salah satu faktor penyebab bagaimana kaum wanita dieksploitasi karena dianggap rendah. Demikian halnya yang terjadi pada seni tari. Pada saat itu, tari memang menjadi sebuah hiburan, baik bagi para pejabat feodal, kaum bangsawan, maupun rakyat jelata.
a.  Fungsi Tari Hiburan sebagai Media Pergaulan
Tarian ini menjadi sebuah media dalam pergaulan, biasanya ditarikan berpasangan antara pria dan wanita. Seperti halnya Tari Tayub, jenis tari pergaulan lainnya yang sering disajikan di lingkungan bangsawan menimbulkan kesan negatif karena para penonton yang ikut menari sering bermabuk­mabukan pada saat menari.
Melihat kondisi tersebut, beberapa seniman tari Sunda (seperti Aom Doyot dan Raden Sambas Wirakusuma) merasa perlu segera memberikan jalan untuk menertibkannya. Untuk itu, dibuatlah aturan main penyelenggaraan Tari Tayub. Cara penyajian Tari Tayub ini kemudian diarahkan agar lebih sopan, dengan cara yang unik. Mereka menciptakan sebuah wadah berupa diklat (pada masa itu disebut course) bagi siapa saja yang ingin mempelajarinya. Lambat laun orang lebih suka menyebut Tari Tayub ini dengan sebutan course.
Setelah mendapat sentuhan aturan menurut norma ma  sya­rakat setempat, Tari Tayub mempunyai nilai estetis. Coursediucapkan oleh lidah bangsa Indonesia menjadi keurses, kemudian sebutannya menjadi Tari Keurses. Kini, Tari Keurseus tidak lagi dipergunakan sebagai tari pergaulan. Namun demikian, tari hiburan ini tetap mengutamakan ke  spon tan an gerakannya.
Penari wanita sebagai penari tetap, pada setiap pertunjukannya mengajak penonton untuk ikut serta menari ber­ sama. Dengan bentuk penyajiannya yang melibatkan pe­nonton itu, menjadikan tarian ini tidak memiliki aturan yang baku. Kebebasan mengungkap kan kegembiraan antara penari dan penonton ini menimbulkan kesan negatif di mata kaum intelektual karena dianggap menyalahi norma­norma. Seperti masuknya unsur penonton yang mabuk­mabukan dan kurangnya etika atau sopan santun yang memagari penonton laki­laki yang ikut menari terhadap wanita yang mengajak menari. Namun, perlahan­lahan pelaksanaannya mulai ditertibkan se hingga penyelenggaraan tari hiburan ini mengalami perubahan bentuk dan kedudukannya lebih terhormat hingga kini.
b.  Tari Pergaulan dalam Bentuk Sajian
Tari BerpasanganJenis tari pergaulan di daerah lain yang disajikan secara berpasangan, kini telah mendapat sentuhan artistik sehingga lebih tertib, seperti Tari Joged Bumbung (Bali), Tari Rantak Kudo (Sumatra), Tari Gandrung dan Tari Seblang (Jawa Timur), Tari Lendo Ndao (Lombok), dan Tari Yosim Pancar (Papua). Beribu jenis tari lainnya yang tersebar di seluruh Nusantara berfungsi untuk hiburan.
c.  Keunikan Busana pada Tari Hiburan
Tari hiburan akan menunjukkan kekhasan dilihat dari kostumnya dan alat musik pengiringnya. Orang­orang pantai yang hidup sebagai nelayan cenderung mengenakan kostum yang berwarna cerah dan terang. Hal ini dapat dikaitkan dengan karakternya yang agak keras. Volume nada berbicara mereka tinggi karena harus bersaing dengan suara deburan ombak pantai. Namun, keadaan itu tidak mengurangi rasa kekeluargaan mereka. Keadaan sosio kultural ini menciptakan jenis tari hiburan di pesisir, termasuk memiliki karakter lincah. Efek karakter ini diwujudkan dengan kostum warna­warni dan desain sederhana, seperti kain yang dililit, baju kebaya, penutup kepala, hiasan kepala, juga selendang yang dipergunakan sebagai properti untuk menari.
Selendang dikenakan dengan cara disampirkan di pundak penari wanita. Selain sebagai busana, kadang­kadang selendang juga dijadikan alat untuk menarik penonton ke arena untuk menari bersama. Di daerah lain, kadang­kadang pada saatpementasan sebuah tari hiburan, suasananya sering kali dibumbui keributan. Demikian itu terjadi jika salah satu penonton tidak berkesempatan menari bersama salah satu penari yang disebut ronggeng (di Jawa Barat). Penari topeng seperti itu disebut, ledhek(di Jawa Timur) dan janger (di Bali).
Kekhasan lain tari hiburan yang tumbuh di daerah agraris, pertanian, bercocok tanam, atau perkebunan adalah dipengaruhi kekuasaan kaum feodal, yang membuat rakyat patuh, harus mengikuti permintaan para pejabat untuk menari di kalangan bangsawan dan kaum feodal yang cenderung mengarah ke pertunjukan erotis. Busana tari yang dikenakan merupakan cara berpakaian sehari­hari, seperti baju kebaya lengan panjang, kain yang dililit semata kaki, atau baju atasan sebatas dada yang disebut apok (Sunda) atau ampok (Bali), sedangkan untuk zaman sekarang disebut bustier. Tari­tariannya lebih didominasi kaum hawa.

0 komentar:

Posting Komentar