Jumat, 31 Januari 2014

Tari Tradisional



Tari Tradisional
Kekhasan jenis tari tradisional terbentuk oleh latar belakang kultur daerahnya masing-masing. Tari tradisional menjadi bagian hidup bermasyarakat dalam konteks budaya. Identitas tari dan kekhasan tari tradisional tersebut merupakan refleksi kultur masyarakat, adat istiadat, kebiasaan, kehidupan bermasyarakat dalam perilaku sehari-hari, ritual, dan kepercayaan yang disepakati secara sadar ataupun sebaliknya.
Karya seni tari tradisional memiliki dua bentuk tari berdasarkan nilai seni yang dibatasi adat istiadat atau norma yang berbentuk aturan, yaitu sebagai berikut.
a. Tari Klasik
 Tari klasik memiliki aturan yang mengikat dalam penyajiannya, baik secara estetis maupun teknis. Tari klasik pastilah tradisional, tetapi tari tradisional belum tentu klasik. Standardisasi tari klasik terbentuk akibat beberapa hal, yakni:
• mengandung nilai estetis dan nilai artistik yang tinggi dan
segala sesuatunya dipersiapkan agar tarian benar-benar
sempurna;
• perjalanan tumbuhnya sangat panjang sehingga mengkristal
dalam kehidupan masyarakat;
• memiliki aturan baku yang tidak bisa diubah atau dihilangkan
atas kesepakatan
Tarian yang termasuk tari klasik, di antaranya tarian yang fungsinya untuk upacara ritual. Hal tersebut disebabkan tarian tersebut telah lama ada dan memiliki aturan yang tidak boleh dilanggar oleh pengikutnya. Terdapat tari upacara yang sudah mengalami perubahan fungsi karena mendapat sentuhan modern atau tidak lagi disajikan sebagai tarian dengan bentuk yang sama. Misalnya, tarian yang hidup di kalangan keraton dan istana yang masih hidup di beberapa wilayah di Indonesia.
Tarian yang hingga kini masih hidup dan menunjukkan sebuah bentuk tari kategori klasik, contohnya yaitu Tari Bedhaya Ketawang dari Jawa Tengah. Tarian ini muncul karena adanya kepercayaan yang menyatakan bahwa Sri Sultan Agung yang menjadi pencipta tarian ini memiliki hubungan mistis dengan penguasa pantai selatan (Nyi Roro Kidul) sehingga proses mempengaruhi pada saat penciptaan tarian tersebut dipercaya dipengaruhi unsur mistis. Oleh karena itu, dari dulu hingga kini dalam tarian ini diterapkan aturan teknis dan estetis karena  dianggap sebagai tarian keramat. Misalnya, para penarinya selalu berjumlah ganjil, atau sembilan penarinya diberi nama sendiri-sendiri. Penari juga harus dalam keadaan suci ketika menarikan Tari Bedhaya ini. Segala sesuatu untuk busana telah dipersiapkan dengan sangat detail, bahkan penarinya harus berpuasa sebelum menari. Tarian ini hingga kini sering disajikan di Keraton Ngayogyakarta dan Kraton Solo pada acara tertentu dan hari tertentu.
b. Tari Rakyat
Imajinasikan pikiran Anda ke tahun-tahun ketika zaman belum tersentuh peradaban teknologi agar daya empati Anda terhadap tari tradisional tidak memiliki jeda.
Tari tradisonal yang tumbuh dan berkembang di kalangan rakyat pada zaman dahulu sering disebut tari rakyat. Dengan kesederhanaan bentuk sajiannya, tarian ini lahir sebagai cara masyarakat dalam mengekspresikan kegembiraannya melalui karya tari. Hubungan sosial antarmanusia menunjukkan iklim positif pada pergaulan rakyat yang terjalin baik. Kebebasan dalam mengungkapkan ekspresi terlihat pada tari yang hidup di kalangan rakyat, yaitu jenis tari pergaulan yang merupakan refleksi kebiasaan antara individu dan masyarakat.
 Tari pergaulan yang hidup di kalangan masyarakat ini menjadi sarana ekspresi yang menghibur dan merupakan jenis hiburan satu-satunya karena zaman dulu belum dikenal teknologi.  Pada saat itu, mereka membutuhkan hiburan sehingga secara spontan tarian ini dilakukan di sebuah tempat yang cukup luas. Pilihan tempat menari yang berbentuk lingkaran (arena) dipilih agar jarak antara penari dan penonton cukup dekat dan akan memudahkan interaksi. Oleh sebab itu, kedudukan penonton yang melingkar mengelilingi penari dan pemain musiknya telah menjadi sebuah kebiasaan pada cara penyajiannya. Hal tersebut bertujuan agar timbul suasana yang akrab sehingga penonton dapat ikut menari bersama sang penari.
 Berikut merupakan keunikan dari jenis tari yang hidup di kalangan rakyat pada zaman dahulu:
• pola gerak, rias, busana, dan iringannya sederhana;
• gerakannya dilakukan secara spontan;
• ungkapan kegembiraan dan menghibur para pelakunya sendiri;
• terjadi interaksi antara penari dan penonton;
• menunjukkan suasana yang akrab;
• merupakan sarana dalam pergaulan masyarakatnya;
• tempat sajian tari umumnya menggunakan bentuk lingkaran atau arena.
 Perlu digarisbawahi bahwa yang disebut tari rakyat pada zaman dulu dan kini ada perbedaan yang cukup jauh. Dahulu terdapat kelompok-kelompok masyarakat, yaitu kelompok yang berkuasa (kerajaan dan feodal), rakyat jelata, dan kaum proletar. Mereka dibedakan oleh tingkat kaya, miskin, berkuasa, tidak berkuasa, pribumi, dan penguasa sehingga perbedaan gaya dan isi tarian akan berbeda. Akan tetapi, jenis tarian apa pun dalam perkembangannya tidak terlihat dipengaruhi oleh status sosial. Seni budaya adalah milik semua bangsa Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar